Menu

Mode Gelap
Soft Launching Marhaen TV, Sabtu 26 Maret 2022 Mas Tok – Guntur Soekarno : Demokrasi Indonesia itu Demokrasi 50 plus 1 | Bincang Bareng Tokoh 001 GPM Maluku Utara Desak Pertanggungjawaban PLN atas Dugaan Kelalaian di Gane Barat Marhaenisme Bung Karno: Masih Relevan di Zaman Sekarang? Buku Darmo Gandul: Refleksi Kepemimpinan dan Budaya Jawa dalam Sejarah dan Kearifan Lokal

Opini · 1 Apr 2025 21:47 WIB ·

Bung Karno dan Desa: Mewujudkan Harapan Rakyat Lewat Semangat Gotong Royong


					Bung Karno dan Desa: Mewujudkan Harapan Rakyat Lewat Semangat Gotong Royong Perbesar

Oleh: Suryokoco Suryoputro

Di tengah perjalanan panjang sejarah Indonesia, sosok Presiden pertama, Ir. Soekarno, atau yang akrab disapa Bung Karno, tidak hanya dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan negarawan besar. Ia juga dikenal melalui visi dan mimpinya tentang pembangunan desa—sebuah harapan bahwa desa-desa di Indonesia, sebagai garda terdepan kehidupan rakyat, mampu tumbuh mandiri dan sejahtera. Melalui gagasan dan kebijakan yang dilandasinya, Bung Karno berusaha mengembalikan nilai-nilai tradisional dan semangat gotong royong yang telah lama mengakar dalam budaya bangsa.

Menggugah Jiwa Rakyat Melalui Marhaenisme

Bung Karno mencetuskan ideologi Marhaenisme yang lahir dari kepeduliannya terhadap rakyat kecil. Marhaenisme adalah filosofi yang mengedepankan keadilan sosial, kemandirian, dan semangat untuk membebaskan rakyat dari belenggu penindasan—baik itu oleh penjajahan maupun sistem ekonomi yang tidak berpihak kepada petani dan buruh. Dalam konteks pembangunan desa, Marhaenisme menginspirasi Bung Karno untuk mewujudkan desa sebagai tempat di mana setiap warga dapat hidup mandiri dan merasakan keadilan dalam pembagian kekayaan.

Dengan menyadari bahwa mayoritas rakyat Indonesia tinggal di desa, Bung Karno berpendapat bahwa kesejahteraan bangsa tidak bisa dipisahkan dari kesejahteraan desa. Ia melihat desa sebagai laboratorium kehidupan sosial yang autentik, di mana nilai-nilai kearifan lokal dan gotong royong menjadi kunci utama dalam pembangunan. Bagi beliau, pembangunan desa bukan sekadar modernisasi infrastruktur, melainkan juga pembaruan mental dan sosial—yakni menciptakan kesadaran kolektif bahwa setiap warga memiliki peran dan tanggung jawab untuk kemajuan bersama.

Prinsip Berdikari: Mandiri Tanpa Ketergantungan

Salah satu pilar utama dalam visi Bung Karno adalah prinsip “berdikari” atau berdiri di atas kaki sendiri. Konsep ini mengajarkan bahwa bangsa harus berusaha mencapai kemerdekaan sejati tidak hanya dalam hal politik, tetapi juga ekonomi dan budaya. Di tingkat desa, prinsip berdikari berarti masyarakat harus mampu mengelola potensi lokal secara mandiri, mengembangkan pertanian, kerajinan, dan usaha-usaha mikro tanpa bergantung pada bantuan luar.

Dalam prakteknya, semangat berdikari ini tercermin dalam berbagai program yang pernah digagas, seperti upaya peningkatan kemandirian ekonomi desa melalui pembinaan koperasi dan pelatihan keterampilan. Meskipun tantangan dan keterbatasan zaman membuat penerapan prinsip ini tidak selalu berjalan mulus, namun aspirasi untuk menciptakan desa yang mandiri tetap menjadi inspirasi yang terus hidup. Melalui pendekatan ini, Bung Karno mengajak rakyat untuk percaya bahwa kemandirian bukan hanya impian, melainkan sesuatu yang bisa dicapai melalui kerja keras, kebersamaan, dan inovasi.

Gotong Royong: Jiwa Kebersamaan yang Menguatkan Desa

Nilai gotong royong sudah menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia sejak lama. Bung Karno sangat menekankan pentingnya gotong royong dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam pembangunan desa. Menurutnya, gotong royong bukan hanya soal bekerja bersama, tetapi juga tentang saling mendukung dalam suka dan duka, serta membangun solidaritas yang menguatkan ikatan sosial antarwarga.

Baca Juga :  Hak Rakyat Dalam Daerah Istimewa

Dalam pandangannya, gotong royong adalah fondasi dari kebersamaan yang memungkinkan desa berkembang secara menyeluruh. Dengan semangat ini, masyarakat desa dapat bersama-sama menyelesaikan masalah, mulai dari perbaikan infrastruktur jalan, pembuatan irigasi untuk pertanian, hingga pengelolaan lingkungan sekitar. Semangat ini juga mendorong munculnya inisiatif-inisiatif lokal yang menitikberatkan pada kerja sama komunitas, sehingga hasil yang dicapai tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi seluruh warga desa.

Gotong royong, dalam konteks Bung Karno, lebih dari sekadar tradisi—ia adalah metode revolusioner untuk mengatasi berbagai tantangan sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat. Melalui kerja sama dan partisipasi aktif, desa-desa diharapkan dapat menjadi contoh nyata dari penerapan nilai-nilai kearifan lokal yang mampu menembus batas-batas perbedaan dan mengikis kesenjangan antarwarga.

Reformasi Agraria: Mimpi Besar yang Menghadirkan Keadilan Sosial

Salah satu upaya konkret Bung Karno untuk mewujudkan keadilan sosial di desa adalah melalui reformasi agraria. Ia percaya bahwa tanah adalah sumber kekayaan utama bagi bangsa dan harus dimiliki oleh mereka yang mengolahnya—yakni para petani. Kebijakan reformasi agraria yang digagas pada masa pemerintahannya bertujuan untuk mendistribusikan kembali tanah kepada petani kecil dan menghilangkan praktik-praktik eksploitatif yang sudah lama mengakar sejak era kolonial.

Melalui reformasi agraria, diharapkan kesenjangan antara pemilik tanah besar dan petani kecil dapat diredam. Meski dalam pelaksanaannya terdapat banyak tantangan, seperti resistensi dari kelompok-kelompok yang selama ini memonopoli kepemilikan tanah, semangat keadilan yang mendasari reformasi agraria tetap menjadi tonggak penting dalam perjalanan pembangunan desa. Kebijakan ini menunjukkan bahwa bagi Bung Karno, pembangunan desa bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga tentang menyusun kembali struktur sosial agar lebih adil dan merata.

Program Transmigrasi: Menciptakan Keseimbangan Pembangunan Antarwilayah

Selain reformasi agraria, program transmigrasi juga menjadi salah satu kebijakan penting yang berkaitan dengan pembangunan desa. Program ini dirancang untuk mengatasi kepadatan penduduk di pulau Jawa dan mengembangkan potensi di daerah-daerah yang selama ini kurang berkembang. Dengan memindahkan sebagian penduduk ke wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah, pemerintah berharap terjadi pemerataan pembangunan dan kesempatan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bung Karno melihat program transmigrasi sebagai solusi strategis untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah. Meski pada akhirnya pelaksanaannya menemui berbagai kendala—baik dari segi adaptasi sosial maupun dampak lingkungan—program ini mencerminkan keinginan mendalam untuk menciptakan bangsa yang lebih seimbang dan adil. Di desa-desa baru, semangat gotong royong dan kemandirian menjadi modal utama dalam menghadapi tantangan baru, sekaligus membuka peluang bagi munculnya budaya inovasi dan kerja sama yang semakin erat.

Bappenas dan Perencanaan Nasional: Menyatukan Rencana untuk Desa yang Mandiri

Tidak lepas dari upaya-upaya konkrit dalam pembangunan nasional, peran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga penting dalam kerangka visi Bung Karno. Bappenas didirikan sebagai lembaga yang bertugas merancang dan mengarahkan kebijakan pembangunan yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk pembangunan desa. Melalui rencana-rencana jangka panjang yang disusun, diharapkan bahwa setiap kebijakan yang diambil mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Baca Juga :  Etika Bernegara Pancasila: Tantangan dan Solusi

Bung Karno percaya bahwa dengan perencanaan yang matang dan terintegrasi, desa-desa dapat berkembang secara optimal dan menjadi pondasi bagi kemajuan bangsa. Meskipun masa pemerintahan beliau penuh dengan tantangan politik dan ekonomi yang kompleks, semangat perencanaan nasional tetap menjadi warisan penting yang menginspirasi generasi selanjutnya untuk terus mendorong pembangunan dari akar rumput.

Pesan Moral dan Warisan Abadi bagi Generasi Mendatang

Meski telah berlalu puluh tahun sejak masa pemerintahan Bung Karno, nilai-nilai yang beliau tanamkan masih terus hidup di hati masyarakat. Pesan moral tentang pentingnya persatuan, keadilan, dan kerja keras untuk mencapai kemandirian tetap relevan, terutama di era globalisasi dan modernisasi yang kerap menghadirkan tantangan baru bagi identitas bangsa.

Bung Karno mengajarkan bahwa setiap warga, tidak terkecuali mereka yang tinggal di desa, memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa. Melalui semangat gotong royong dan kemandirian, desa-desa diharapkan tidak hanya menjadi tempat tinggal, melainkan juga pusat inovasi dan kreativitas yang dapat menggerakkan roda pembangunan nasional. Warisan ideologis dan praktisnya menjadi inspirasi bagi kebijakan pembangunan masa kini, di mana otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi fokus utama dalam rangka menciptakan pemerataan dan keadilan sosial.

Meneruskan Api Semangat: Tantangan dan Peluang di Era Modern

Di era modern ini, tantangan yang dihadapi desa-desa Indonesia memang semakin kompleks. Urbanisasi yang masif, perubahan iklim, dan globalisasi ekonomi menjadi beberapa faktor yang dapat menggerogoti kemandirian desa. Namun, semangat yang diwariskan oleh Bung Karno tetap menjadi pijakan untuk menemukan solusi baru. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, misalnya, desa dapat mengembangkan ekonomi digital melalui e-commerce, pelatihan online, dan pengembangan potensi wisata lokal.

Pemerintah dan masyarakat kini mulai menyadari pentingnya pemberdayaan desa melalui desentralisasi dan otonomi yang lebih luas. Kebijakan Dana Desa, misalnya, memberikan ruang bagi desa untuk merencanakan dan mengelola pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal. Inisiatif-inisiatif seperti ini seakan menghidupkan kembali semangat “berdikari” yang pernah digalungkan oleh Bung Karno, sekaligus menjadi wujud nyata dari gotong royong modern di tengah dinamika zaman.

Inspirasi Bung Karno untuk Membangun Desa di Masa Depan

Melihat kembali perjalanan sejarah, jelas bahwa Bung Karno tidak hanya mencetak sejarah melalui proklamasi kemerdekaan, tetapi juga melalui visi pembangunan yang mengakar pada nilai-nilai lokal. Inspirasi yang ia berikan tidak hanya bersifat historis, melainkan juga memberikan panduan bagi bagaimana desa harus dikelola untuk mencapai kesejahteraan yang merata.

Baca Juga :  Palar Batubara: Pejuang Nasionalisme dari Orde Baru ke Orde Reformasi

Salah satu kunci utamanya adalah meyakini bahwa kekuatan desa terletak pada kemampuan masyarakatnya untuk bersatu, saling mendukung, dan bersama-sama menciptakan inovasi. Di balik segala keterbatasan dan tantangan, semangat kebersamaan yang menjadi ciri khas gotong royong mampu mengubah desa menjadi pusat kekuatan ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini memberikan harapan baru bahwa desa-desa Indonesia bisa menjadi pilar utama dalam membangun bangsa yang tangguh dan berdaya saing.

Mengukir Masa Depan Lewat Nilai-Nilai Tradisional dan Modernisasi

Perpaduan antara nilai-nilai tradisional yang telah mengakar selama berabad-abad dan semangat modernisasi adalah kunci keberhasilan desa di masa depan. Bung Karno, dengan segala idealismenya, mengajarkan bahwa perubahan tidak harus mengikis akar budaya, melainkan dapat menguatkannya. Desa yang mampu mempertahankan tradisi gotong royong, kemandirian, dan keadilan sosial memiliki keunggulan tersendiri dalam menghadapi arus globalisasi.

Inovasi di bidang pertanian, pengolahan hasil bumi, serta pariwisata berbasis kearifan lokal merupakan contoh nyata bagaimana desa dapat mengintegrasikan nilai-nilai luhur masa lalu dengan teknologi dan metode modern. Dengan dukungan pemerintah dan peran aktif masyarakat, desa-desa diharapkan tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan inovasi bagi seluruh bangsa.

Kesimpulan: Warisan Semangat Bung Karno yang Abadi

Bung Karno telah meninggalkan warisan yang sangat berarti bagi pembangunan Indonesia, terutama di ranah desa. Melalui visi yang menggugah dan kebijakan yang berakar pada nilai-nilai keadilan sosial, kemandirian, dan gotong royong, ia telah menanamkan benih-benih perubahan yang sampai hari ini masih terus tumbuh dan berkembang. Desa, sebagai tempat lahir dan berkembangnya kehidupan masyarakat, menjadi simbol dari semangat persatuan dan kebersamaan yang harus terus dijaga.

Warisan Bung Karno bukan hanya sekadar kenangan masa lalu, melainkan sebuah peta jalan bagi generasi mendatang untuk terus berinovasi dan membangun desa dengan penuh semangat. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, semangat “berdikari” dan gotong royong harus tetap dijadikan pegangan untuk mengatasi segala rintangan. Masyarakat desa pun diharapkan mampu menyeimbangkan antara mempertahankan tradisi dan mengadopsi kemajuan teknologi agar bisa bersaing di era modern.

Akhirnya, kisah tentang Bung Karno dan desa mengajarkan bahwa setiap warga, di manapun mereka berada, memiliki peran penting dalam membangun bangsa. Semangat untuk mandiri, keadilan sosial, dan kerja sama yang tulus adalah kunci untuk mewujudkan desa yang sejahtera dan bangsa yang kuat. Inspirasi dari pemimpin besar ini terus menjadi pengingat bahwa, melalui kerja keras dan kebersamaan, impian untuk menciptakan Indonesia yang adil dan makmur bukanlah suatu angan belaka, melainkan sebuah kenyataan yang bisa dicapai oleh seluruh rakyat.

Artikel ini telah dibaca 55 kali

Baca Lainnya

Marhaen, Cangkul, dan Aplikasi: Serakahnomic sebagai Penjajahan Gaya Baru

23 Juli 2025 - 21:05 WIB

Menjemput Trisakti di Persimpangan Zaman: Risalah Reflektif dari Pertemuan Komantikor

22 Mei 2025 - 10:46 WIB

Hak Rakyat Dalam Daerah Istimewa

16 Mei 2025 - 13:25 WIB

MERDEKA MENGELOLA SUMBER DAYA ALAM SENDIRI

10 Mei 2025 - 18:55 WIB

Wawancara Imajiner dengan Bung Karno: Mengenang Murdaya Widyawimarta Po, Pejuang Kewarganegaraan

13 April 2025 - 13:59 WIB

Indonesia dalam Politik Global: Tantangan dan Arah Kebijakan ke Depan

3 April 2025 - 21:46 WIB